Ada hal yang menarik dalam hidup ini yang masih belum bisa kupahami dengan baik, yaitu konsep memberi. Berikut ini aku coba memaparkan konsep memberi sejauh yang kutahu dan kualami dalam hidupku. Konsep ini pun terbentuk karena beberapa buku yang sempat kubaca di samping pengalaman pribadiku.
Bagiku memberi adalah bagian yang menarik dalam hidup ini. Dengan memberi sesuatu (tentunya sesuatu yang baik), seorang manusia akan mengalami suatu sensasi / perasaan tertentu dalam batinnya yang menjadikan seseorang merasa nikmat / senang / bahagia. Dari sini dapat ditarik semacam kesimpulan sederhana bahwa pada dasarnya suatu kegiatan memberi merupakan salah satu bentuk kebutuhan dalam hidup seorang manusia, walau seringkali hal ini jarang disadari. Dengan memberi, seseorang mendapatkan suatu kepuasan tertentu.
Tetapi menurutku ada dua hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan memberi. Yang pertama adalah dari sisi kesiapan si pemberi. Di sini si pemberi harus terlebih dahulu mempersiapkan dirinya, khususnya suasana hatinya, sebelum melakukan kegiatan memberi. Di sini pemberi sebisa mungkin harus mengkondisikan hatinya agar ketika melakukan kegiatan memberi benar-benar ikhlas tanpa ada niatan tertentu di balik pemberiannya sehingga si pemberi tidak merasa adanya sesuatu yang berkurang atau hilang dalam hidupnya berkenaan dengan kegiatan memberi tersebut. Ini cukup sulit terutama sekali ketika kita harus memberi sesuatu yang memang dulunya kita dapatkan dengan penuh perjuangan dan sekarang kita diperhadapkan pada kondisi di mana kita diminta (atau mungkin lebih tepatnya diberi kesempatan) untuk memberikan itu pada orang lain dengan penuh keikhlasan dan tanpa merasa kehilangan sesuatu atau merasa ada yang berkurang dalam hidup kita karena melakukan kegiatan pemberian tersebut.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah kesiapan mental dan hati dari si penerima pemberian. Bila kita memberikan sesuatu dengan porsi tertentu pada seseorang yang memang belum siap dengan porsi tersebut, maka pemberian kita bisa saja mencelakakan orang tersebut. Sebagai ilustrasi, sebagai seorang atlet tembak bisa jadi sesuatu yang berharga dalam hidup Anda adalah sebuat pistol yang ringan dengan daya lontar yang baik sehingga peluru yang dimuntahkan oleh pistol tersebut dapat terarah dalam kondisi lurus dalam jangkauan yang jauh. Pistol tersebut akan menjadi pemberian yang memiliki nilai manfaat yang positif bila Anda memberikannya pada seorang teman yang memang juga memiliki ketertarikan dan minat dalam bidang senjata dan memiliki keahlian serta pemahaman yang baik tentang senjata. Tapi pemberian Anda ini akan mendatangkan petaka bila Anda lakukan pada seseorang yang awam dalam hal senjata apalagi bila orang tersebut cederung memiliki tempramen dan kecenderungan agresi yang kuat. Bisa-bisa kehadiran pistol pemberian Anda malah membangkitkan daya dan energi agresi yang cenderung destruktif dalam diri orang tersebut.
Kegiatan memberi adalah suatu kegiatan yang baik dan memang dibutuhkan dalam kehidupan seorang manusia, tetapi kegiatan memberi juga perlu dilakukan dengan bijak :)
Selamat memberi =)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Memberi yang tulus adalah memberi namun tidak merasakan telah memberi apa-apa. Seperti orang tua yang membesarkan anaknya, membelikan baju dan susu, namun tidak pernah mengungkit serupiahpun uang yang pernah dikeluarkannya untuk itu. Ada orang tua yang mengungkitnya, tapi biasanya karena emosi, bukan benar-benar tidak merasa rela.
Ketika kita memberi dengan tulus, sebanyak apapun yang telah kita beri ke orang lain, namun kita selalu merasa sama sekali belum memberi. Sedikitpun tidak. Ini karena kita tidak merasa kehilangan. Perasaan tidak kehilangan apapun inilah yang membuat si pemberi tidak mengharap pamrih. Selama si pemberi masih merasa ada sesuatu yang berkurang daripadanya dan berpindah ke orang lain, maka ia tidaklah 100% tulus.
Karena pada hakikatnya, apa sih yang dimaksud dengan kepemilikan? Mengapa suatu benda atau barang tertentu bisa dianggap sebagai milik saya, atau milik Anda, atau milik dia? Konsep inilah yang menyebabkan orang merasa kehilangan ketika sesuatu berpindah dari tangannya ke tangan orang lain.
Jika kita berpikir bahwa apapun di dunia ini bukanlah milik kita. Maka tidak ada sesuatu hal pun yang akan berpindah tangan. Memberi atau diberi menjadi tidak penting lagi. Dalam fisika, ini adalah Hukum Kekekalan Energi. Karena pada akhirnya setiap material akan berubah menjadi material lain (atau bentuk energi yang lain) dan tidak akan pernah menetap dalam jangka waktu yang kekal.
Pada saatnya, ketika kita pergi meninggalkan dunia ini, apa sih yang tidak kita berikan kepada oran g lain?
Ini tidak berarti bahwa kepemilikan itu tidak penting. Hak milik adalah bagian dari kehidupan manusia, dan itu patut untuk dipertahankan. Namun kadang ada kalanya untuk melepaskan keterikatan terhadap benda duniawi yang sudah tidak penting lagi bagi kita (untuk diberikan kepada org lain bila ada yg mau).
Menurutku, memberikan benda yang penting bagi kita kepada orang lain itu tidak akan pernah menjadi sebuah pemberian yang tulus. Namun demikian, menurutku juga, pemberian itu tidak selamanya harus tulus. Kadang sedikit berharap juga ada bagusnya :)
Wah trims ya untuk tanggapannya.
Benar-benar memperkaya wawasan tentang memberi :)
Akhir-akhir ini... setelah a recent extensive discussion i had about this very topic, saya akan sedikit meralat tentang comment di atas hehe...
Menurut Charles E. Jones dlm bukunya yg berjudul Life is Tremendous, dia menyatakan bahwa memberi dengan mengharap kembali tidak sesuai dengan arti kata "memberi" dalam konteks yang sesungguhnya. Ia menyebutnya "bertukar". Not "giving", but "trading".
Sekarang, saya mulai belajar bahwa memberi itu tidak boleh mengharap kembali (giving but expecting something in return), tapi memberi dengan mengharapkan suatu efek (giving and HOPING something good will happen).
Maksudku, kalau kita bener2 100% tulus (seperti yg saya maksud pada comment sebelumnya) maka contohnya begini... Saya memberi sebuah hadiah ulang tahun kepada teman saya sebuah buku novel bestseller. Ketika dia terima, dia melihat sebentar buku itu, tanpa ekspresi di wajahnya kemudian ia membuangnya ke lantai dan menginjak-injaknya.
Kalau saya benar2 sama sekali tidak mengharap apapun, harusnya, secara logika, saya merasa biasa2 aja dong.. gak tersinggung atau merasa dilecehkan. Toh buku itu sudah saya berikan ke dia, dia mau berbuat apapun terhadap buku itu kan terserah dia kan? Mau dibaca, dibuang, dibakar, dibuat ganjel pintu, dll. Terserah kan. Saya kan tidak mengharapkan apapun in return... Katanya tanpa pamrih...
Tapi kenyataannya, kalau benar terjadi seperti itu. Saya akan merasa marah, sedih, kecewa dan tersinggung! Ketika saya memberi kepada seseorang, saya MENGHARAPKAN dia senang, dan benda itu bisa berguna buat dia, atau hal2 lain. Dengan kata lain, saya MENGHARAP SESUATU.
Dalam bhs Indo, "expecting" dan "hoping" bisa ditranslasikan menjadi "mengharap", tapi kesannya rada beda deh kalo dlm bhs Inggris :)
Salam bos boedy... kapan maen k Jogja lagi? ^^
Ha3... analisis yang menarik :)
Nah itulah manusia, dalam setiap aspek kehidupannya selalu melibatkan ego :p
Bulan agustus kalo gak ada halangan aku bakal ke jogja untuk mengikuti training Mikrotik :)
Post a Comment