Manifestoku untuk MICRO Organizer

|

17 November 2004

Micro Organizer adalah team terbaik yang pernah aku miliki. Bersama-sama kita telah melakukan suatu karya yang fenomenal. Yup, karya yang rasanya mustahil dapat dilakukan oleh kebanyakan mahasiswa seusia kita. Kita memang hanya berlima, tapi kemampuan yang kita miliki lebih dari sekadar kemampuan lima orang biasa. Ini adalah team yang luar biasa. Kita seperti lima unsur alam. Ya, lima unsur alam yang dahsyat. Terima kasih untuk kesempatan yang indah ini, kesempatan yang mengijinkan kita untuk mengukirkan suatu guratan tajam dan berkesan dalam hidup kita. Yup, kisah yang bisa kita ceritakan dengan bangga kepada anak cucu kita kelak. Teman, sedih rasanya bila kisah ini harus berakhir. Kisah yang sarat dengan semangat dan keberanian dari suatu team bernama ”Micro Organizer”.
Masih terbayang dalam ingatanku ketika kita dengan penuh semangat mencoba untuk menyusun dan merancang apa yang kita impikan, ketika kita dengan penuh harap menawarkan rancangan kita, ketika kita dengan penuh kesabaran menantikan jawaban ”Ya”, ketika kita dengan penuh ketekunan menjalani dan mengerjakan mimpi kita, dan ketika kita dengan penuh tawa puas menikmati jerih payah kita.
Teman, aku memang yang paling berbeda dari kita berlima. Tulisan ini aku susun untuk mengekspresikan apa yang aku rasakan. Aku memang sulit untuk mengkomunikasikannya secara lisan. Semoga tulisan ini bisa sedikit menggambarkan kesan diriku tentang hasil kerja kita bersama.

The Alamo

|

Minggu, 10 Oktober 2004

Hari ini aku melihat suatu film yang cukup berkesan bagiku. Film itu berjudul “ALAMO”. Bagi Anda yang suka dengan sejarah khususnya sejarah Amerika, tentunya istilah ini tidak terasa asing. Cerita itu menggambarkan perjuangan Amerika dalam mempertahankan TEXAS dari serangan tentara Mexico. Menurut temanku, sampai saat ini perkataan “Remember the Alamo” menjadi salah satu semboyan yang cukup bermakna bagi penduduk Texas. Itu adalah perkataan yang diucapkan oleh seorang Jenderal Amerika dalam melakukan serangan balasan terhadap pasukan Mexico.

Ada sesuatu dalam film ini yang membuat gelisah dalam diriku. Ada suatu rasa sakit dan pedih yang kurasakan di dalam diriku. Mungkin itu hatiku. Tapi aku sendiri tidak tahu pasti. Ketika film itu berakhir, mulai muncul dalam benakku suatu pertayaan yang agaknya muncul dari rasa sakit yang sempat aku alamai tadi. Apakah ideologi, ras, agama, dan atribut-atribut lainnya jauh lebih bermakna dan berarti dari kehidupan sehingga karenanya manusia bersedia mengorbankan segalanya termasuk kehidupan (miliknya dan orang lain) demi mempertahankan atribut-atribut tersebut? Apakah ideologi labih berharga dari sebuah kehidupan? Apakah agama lebih bernilai daripada hidup? Mengapa manusia tidak bisa menerima sesuatu yang berbeda dengan dirinya? Mengapa manusia menyatakan perang demi mempertahankan benderanya untuk diterima oleh manusia lainnya? Apakah bendera lebih bernilai dari kehidupan? Apakah benderanya adalah bendera yang terbaik yang pernah ada atau yang pernah ditemukan atau bahkan yang pernah diciptakan? Apa perlu kita membunuh “orang” hanya karena dia berbeda agama dengan kita? Apa perlu kita merendahkan “orang” hanya karena dia berbeda warna kulit dengan kita? Apa perlu kita berperang karena berbeda ideologi dengan kita?

Bukankah nafas lebih bermakna dari ideologi. Bukankah hidup jauh lebih bernilai dari agama? Dan bukankah perbedaan yang ada menjadikan kita lebih menyadari bahwa saat ini kita memang sedang menjalani hidup yang bernilai?

Elegy For Kosovo

|

Novel yang sangat menarik.
Karya Ismail Kadare ini dengan sangat berani menyingkapi masalah pluralitas kehidupan beragama serta pandangan yang sempit dari kehidupan beragama itu sendiri.
Untuk setting tempat dan waktu, novel ini mengambil bagian dalam kisah perbutan tanah kosovo oleh negara-negara Balkan dan Turki.
Peperangan ini sebenarnya lebih mengarah ke peperangan atas nama agama.
Dalam kisah elegi ini penulis menampilkan sosok tokoh yang sangat menarik.
Tokoh ini berkebangsaan Turki dan memeluk Islam sebagai agama yang diyakininya.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, tokoh ini juga menganut kepercayaan Kristen dan Katolik.
Menarik sekali karena sebelum melakukan sesuatu, tokoh ini berdoa dengan menggunakan tanda salib sesuai dengan tradisi Katolik.
Tapi ia juga tetap melaksanakan ibadah solat 5 waktu.

Tiga agama dalam satu tubuh.
Sayangnya tokoh ini harus menjalani hukuman mati.
Ia mati dengan jalan dibakar hidup-hidup.
Hal ini dikarenakan orang-orang di sekitarnya tidak dapat menerima iman seperti yang dianut oleh tokoh ini.
Sewaktu menjalani proses hukuman mati (dibakar hidup-hidup), banyak orang yang menanti-nanti nama Tuhan yang mana yang akan disebut oleh tokoh ini.
Karena biasanya orang yang mendekati ajal akan menyebut nama Tuhannya.
Tapi tokoh ini tidak menyebut nama salah satu Tuhan pun.
Dia hanya berteriak "NON" yang dalam bahasa Latin berarti "tidak"