Ternyata Keliru itu Indah lhooooo

|

Sabtu, 30 April 2005

Hari ini aku baru saja menyelesaikan membaca “Kaleidoskopi Kelirumologi” jilid 2 Karya Jaya Suprana. Dan berniat untuk melanjutkan ke jilid-jilid berikutnya.

Awalnya sich hanya iseng-iseng saja sebagai bacaan selingan setelah kepalaku cukup pusing gara-gara membaca Gunung Jiwa.

Tapi lama-kelamaan kok malah keasikan :p

Setelah membaca buku ini, tiba-tiba saja aku jadi kagum dan mulai bisa menerima bahkan menertawakan kekeliruan yang acapkali aku lakukan.

Ternyata kekeliruan yang terjadi dalam hidup ini bisa memberikan warna bagi kehidupan itu sendiri. Hidup jadi lebih berwarna dan penuh canda karena adanya kekeliruan ini.

Aku jadi semakin percaya bahwa hidup ini memang indah selama kita bisa memandangnya dari sisi yang keliru :p

Ha3….

Sebuah Perenungan di Kereta

|

Selasa, 26 April 2005

Hari yang melelahkan.

Saat ini aku sedang berada di dalam kereta yang akan membawaku kembali ke Yogyakarta tercinta. Aku memang memutuskan untuk langsung pulang setelah memperolah hasil wawancaraku di AlfaMart. Wah, akhirnya aku ditolak. Aku sendiri memang tidak merasa cocok dengan suasana kantor dan lingkungan kerjanya.

Intermezo sebentar ya, saat ini di depanku duduk seorang pemuda yang sangat angkuh. Dilihat dari jaket yang dikenakannya, aku mengetahui bahwa dia adalah seorang polisi khusus Kereta Api. Saat ini memang sulit untuk membedakan antara pelanggar hukum dan penegak hukum. Keduanya sama-sama memasang tampang sangar dan keduanya gila uang.

Ok, aku sudahi dulu intermezonya agar tidak berkepanjangan.

Rasa-rasanya lingkungan akademiklah yang paling cocok denganku. Bagiku hidup akan sangat membosankan bila setiap hari diisi dengan aktifitas-aktifitas monoton seperti berangkat ke kantor di pagi hari, bekerja di dalam gedung selama 8 jam dan bertemu dengan orang-orang yang sama tiap harinya. Sore hari, sepulang dari kantor langsung mandi dan dilanjutkan mencari makan malam. Di malam hari acara diisi dengan menikmati tontonan yang disuguhkan oleh stasiun-stasiun televisi sampai akhirnya kedua mata ini menjadi cukup berat dan tertidur. Demikian seterusnya rutinitas ini berlangsung satiap harinya.

Tentang kegagalanku di AlfaMart, aku sendiri cukup bingung. Di satu sisi aku merasa kecewa karena setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh dari Yogyakarta ke Jakarta tapi hasil akhir yang diperoleh adalah kegagalan. Tapi sisi lain dari diri ku malah merasa senang. Aku merasa seolah-olah diteguhkan untuk menjadi seorang dosen.

Aku memang tidak bersemangat ketika diwawancarai walaupun psikotest dan test programming dapat aku lalui dengan mulus. Puncaknya ketika aku ditanya tentang salary yang aku inginkan, langsung saja aku sebut jumlah sembarang. Wah ternyata jumlah yang aku ajukan terlalu tinggi bagi seorang fresh graduate di perusahaan tersebut. Ah sudahlah, walaupun dalam proses tawar-menawar akhirnya dicapai suatu angka tertentu, tapi kemungkinan aku sudah dianggap money oriented di mata mereka.

Sebenarnya bagiku salary adalah urusan kesekian, yang terpenting bagiku adalah aku dapat menikmati pekerjaanku. Dan mengajar bagiku adalah suatu kepuasan. Dengan mengajar, aku selalu dituntut untuk belajar dengan cepat dan dituntut pula untuk mampu menyampaikan apa yang telah aku pelajari dalam bentuk yang sesederhana mungkin agar bisa diterima dengan baik dan mudah oleh para peserta didik. Benar-benar suatu pekerjaan yang menantang.

Dengan mengajar, aku pun secara otomatis akan dipertemukan dengan banyak orang dengan karakter dan kepribadian yang beragam pula. Benar-benar suatu kesempatan yang luar biasa untuk dapat melihat warna-warni kehidupan.

Menunggu itu Membosankan

|

Senin, 25 April 2005

Benar-benar membosankan.

Setelah mengikuti psikotes, mau tak mau aku harus menunggu di kantor sampai temanku mengakhiri jam kerjanya. Suasana kantor yang dulunya aku persepsikan sebagai sebuah gadung yang dipenuhi oleh para profesional dan eksekutif tiba-tiba saja berubah menjadi bangunan yang yang penuh dengan rutinitas yang membosankan. Tidak ada keceriaan di sini. Yang ada hanyalah orang-orang yang mau tak mau harus bekerja karena bila tidak maka mereka tidak akan beroleh makan.

Sambil menunggu , dari tadi aku mengamati sebuah pintu masuk. Sebuah pintu otomatis bersensor. Orang-orang yang ingin melewatinya tak perlu repot-repot membukanya. Pintu tersebut secara otomatis akan membuka dengan sendirinya bila ada orang yang akan melewatinya.Benar-benar suatu karya yang kreatif walau harus sedikit menanggalkan sisi sentuhan manusianya.

Aku sempat membayangkan, andai saja pintu masuk itu bukan sebuah pintu otomatis dan di kedua sisi pintu tersebut ada dua orang dengan senyuman ramah membukakan pintu bagi orang-orang yang ingin melewatinya. Alangkah indahnya suasana kantor ini, di mana orang-orang yang masuk dan keluar selalu disambut dengan senyuman penuh keceriaan dan kehangatan. Benar-benar suatu bentuk sentuhan manusiawi yang menghidupkan.

Ah sudah lah, mungkin hal ini hanyalah khayalan ku saja. Toh andaikan ide ini disampaikan pada pimpinan dan dewan direksi pastilah mereka akan serta merta menolaknya dengan dalih efisiensi tenaga kerja.

Tapi ngomong-ngomong tentang efisiensi, mulai timbul pertanyaan dalam benakku. Apakah akan efisien bila karyawan bekerja tanpa adanya keceriaan dalam dirinya? Apakah memang benar-benar tidak efisien bila manambahkan beberapa personil yang memfokuskan diri pada tanggung jawab yang menjamin keceriaan seluruh staff dalam melakukan aktifitas pekerjaan mereka?

Ah sudahlah. Lagi pula ini khan hanyalah sebuah ide yang keluar dari benak seorang gila yang kian hari kian menikmati kegilaannya.

Waktu pun terus berjalan. Setidaknya aku masih perlu menunggu sekitar 1 jam 15 menit lagi.

Untunglah saat ini aku ditemani oleh sebuah karya sastra apik berjudul ”Gunung Jiwa”. Sebuah karya yang digarap selama 7 tahun dan yang pada akhirnya mampu mengantarkan penulisnya untuk meraih nobel sastra pada tahun 2000.

Banyak orang mengakui bahwa membaca adalah cara yang cerdas untuk membunuh waktu. Tapi kali ini aku cenderung berpendapat bahwa menulis adalah cara yang efektif dan kreatif untuk memanfaatkan waktu yang ada. Bagiku menulis adalah sebuah aktifitas yang sangat menyenangkan. Suatu bentuk pengekspresian dan aktualisasi diri. ”Writing and Being”

My Graduation Day

|

Sabtu, 23 April 2004

Hari yang panas.

Akhirnya hari yang ditungu-tunggu pun datang juga.

Hari ini merupakan salah satu hari yang sangat bersejarah dalam kehidupan seorang Boedy. Hari ini untuk pertama kalinya aku mengenakan kelengkapan wisuda layaknya seorang sarjana. Ya, hari ini adalah hari di mana aku diwisuda.

Hari di mana seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan seluruh materi perkuliahannya untuk dikukuhkan menjadi seorang sarjana stata1.

Nama ku kini menjadi bertambah panjang , Setia Budi, S.Kom.

Keren juga sich.

Aku cukup bersyukur untuk apa yang bisa aku alami saat ini. Di tengah kondisi perekonomian keluargaku yang cukup ”mepet”, aku bisa menyelesaikan studiku di jenjang perguruan tinggi.

Kedua orang tua ku dan adikku pun datang untuk turut berbagi kebahagian. Ya, wisuda memang merupakan suatu moment yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap orang tua yang menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi. Moment di mana orang tua merasa berhasil dalam menunaikan tanggung jawabnya dalam membekali anak mereka untuk bisa terjun dan survive di ”dunia nyata”.

Sungguh merupakan sebuah anugerah yang luar biasa yang boleh aku terima.

Ditambah lagi ketika dibacakan bahwa IPK ku menempati pringkat ketiga untuk untuk wisuda periode ini. Wah benar-benar di luar dugaan.

Aku memang bukan tipikal orang yang berorientasi pada nilai, tapi setidaknya peringkat tersebut bisa menambah kenbahagiaan bagi kedua orang tuaku. Orang tua yang sudah dengan susah payah menyekolahkan aku..

Pendidikan Kerukuanan Antar Umat Beragama

|

Selasa, 5 April 2005

Agama sekarang ini bisa menjadi sesuatu yang amat berbahaya jika tidak dikritisi dengan seksama. Agama yang pada awalnya diperuntukkan bagi pendewasaan diri umatnya –termasuk di dalamnya adalah pengendalian diri –malah menjadi salah satu pemicu kericuhan dalam masyarakat yang seringkali berakhir dengan tindakan-tindakan yang sifatnya anarkis.

Menurut pandangan penulis, ini semua tidak lain disebabkan oleh rasa bangga yang berlebihan yang ada dalam diri umat dari masing-masing agama. Para pemeluk agama tersebut merasa bahwa agamanyalah yang paling benar dan agama-agama yang lain adalah salah –bahkan secara ekstrim bisa dikategorikan sebagai ajaran sesat.

Sikap hidup beragama seperti ini tentunya sangatlah tidak kontekstual dengan kondisi masyarakat kita yang kian hari kian heterogen dan plural.

Bahkan kalau dilihat dengan seksama, ternyata dalam tubuh masing-masing agama sendiri muncul dan berkembang berbagai aliran yang berbeda. Misalkan saja Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah dalam agama Islam; atau Calvinis, Injili, dan Karismatik yang terdapat pada agama Kristen.

Menurut penulis, untuk menghadapi situasi demikian sangatlah diperlukan adanya suatu upaya untuk membuka wawasan pada masyarakat, khususnya pada kaum muda –para siswa sekolah –karena merakalah yang nantinya akan menentukan nasib dan arah bangsa kita.

Pemerintah sendiri sudah mencoba mensiasati hal tersebut dengan memasukkan materi kerukanan antar umat beragama dalam kurikulum pendidikan sekolah. Tapi sayangnya sesuatu yang dimasukkan dalam kurikulum resmi pada pelaksanaanya malah terjebak dalam tataran teori yang tidak ada realisasi tindakan yang nyata.

Nah pada kesempatan kali ini penulis mencoba memberikan solusi mengenai bentuk materi pengajaran yang bisa diterapkan di sekolah untuk menunjang kerukunan antar umat beragama.

Alangkah menariknya bila materi tentang kerukunan antar umat beragama dikemas dalam bentuk dialog. Dalam dialog ini masing-masing siswa yang memeluk agama yang berbeda belajar untuk saling berbagi pengalaman tentang kehidupan beragama yang mereka anut. Sebagai contoh siswa yang beragama Hindu bisa berbagi pengalaman mereka ketika merayakan hari raya Galungan atau ketika umat muslim menjalani ibadh sholat tahajut. Dari hasil berbagi pengalaman tersebut tentunya akan muncul sejumlah pertanyaan-pertanyaan terkait dengan ritual maupun makna dari perayaan tersebut yang nantinya akan mengarah pada dialog yang sangat menarik. Kegiatan seperti ini tentunya akan melatih para siswa sekolah sedini mungkin untuk mulai membuka diri terhadap adanya ajaran agama lain di luar dari mereka anut yang nantinya juga akan disusul dengan rasa saling menghargai ajaran-ajaran agama tersebut. Dialog semacam ini akan membuka wawasan siswa bahwa keberadaan agama sendiri adalah sebagai sarana untuk mendewasakan manusia dan meningkatkan kualitas hidup bersama; dan bukannya malah terjebak dalam aksi saling menjelek-jelekan ajaran agama di luar yang mereka anut.

Biarlah kiranya perbedaan yang ada menjadikan hidup kita lebih semarak dan kaya makna. Dan biarlah kiranya damai di bumi benar-benar bisa dirasakan dalam kehidupan antar umat beragama dalam kontenks masyarakat yang majemuk ini.

Hari yang menyebalkan

|

Jumat, 01 April 2005
Hari yang melelahkan dan menyebalkan... Hari ini aku gak jadi ketemu temen2 SMUku :( Padahal kemarin aku sudah sangat menanti-nantikannya. Ini semua gara-gara keteledoranku dalam menyusun jadwal. Terjadi tabrakan jadwal penggunaan ruang untuk praktikum. Benar-benar menyebalkan. Padahal aku juga sudah membayangkan bagaimana seruuuu nya ketika bekumpul dan bernostalgia. Yang saat ini aku rasakan hanyalah rasa lelah yang amat sangat dan rasa kesallllll Padahal momen kedatangan Anne ke Jogja adalah momen yang sangat tepat untuk berkumpul lagi dengan teman-teman lama. Karena walaupun beberapa temanku sama-sama kuliah di Jogja, tapi khan hampir-hampir gak pernah ketemu. Memang temenku yang satu ini punya talent khusus dalam mempertemukan dan mempersatukan kembali teman-teman lama. Aku jadi bertanya-tanya, kira-kira kapan lagi ya aku bisa berkesempatan untuk bernostalgia dengan teman-teman lamaku. Pokoknya malam ini adalah malam yang menyedihkan. Malam penuh penyesalan......